Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang diperkirakan semakin meningkat untuk beberapa tahun mendatang. World Health Organization (WHO) dan International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sekitar 468 juta orang menderita Diabetes Mellitus (DM) di seluruh dunia (WHO, 2018; Tandra, 2017). Di Indonesia, sekitar 70% penduduk menderita diabetes dengan 40% mengalami gangguan glukosa puasa dan 30% mengalami gangguan toleransi glukosa. Pernyataan tersebut diteruskan dengan Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 1,9-5% dari semua wanita hamil Indonesia yang menderita diabetes gestasional (Sunjaya et al, 2018).

Gestasional Diabetes Mellitus disebut “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil. Wanita hamil yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang patut dicurigai GDM (Riskesdas, 2013). Diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati dalam kehamilan telah terbukti terkait dengan banyak komorbiditas dan komplikasi untuk ibu dan janin. Komplikasi yang dihasilkan ibu adalah risiko beberapa tahun setelah kehamilan, peningkatan risiko selama persalinan, perkembangan komplikasi bersama dengan preeklamsia, pielonefritis, hipertensi. Sedangkan pada bayi adalah perkembangan kelainan kongenital akibat gangguan kontrol gula darah pada bayi, makrosomia janin, dilahirkan secara section caesaria, poly hydramnion, gangguan metabolisme anak-anak, sindrom gangguan pernapasan, dan risiko obesitas anak di masa depan (Saeideh et.al., 2018).

Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015 2019, target angka kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2014). Saat ini perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu terbanyak. Secara global 27% perdarahan terjadi di negara berkembang dan 16% di negara maju (WHO, 2015). Menurut data di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen (PP dan KPA, 2010). Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan sampai meninggal. Selain perdarahan, sepsis puerperalis juga menjadi penyebab kematian ibu saat ini. Sebanyak 5,2 juta kasus sepsis maternal diperkirakan terjadi setiap tahun yang menyebabkan 62.000 kematian ibu. Angka ini belum mencakup kematian ibu yang tidak tercatat karena penelitian tidak terjadi di rumah sakit atau pusat pelayanan resmi.

Tingginya morbiditas pada permasalahan kesehatan ibu dan anak dapat disebabkan oleh lemahnya sistem pelayanan kesehatan dan kurangnya antenatal care-seeking behaviour. Berkenaan dengan hal tersebut maka tenaga kesehatan khususnya bidan dituntut untuk meningkatkan keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Peningkatan keterampilan diupayakan dapat berfokus pada sistem pelayanan yang bersifat promotif dan preventif secara berkelanjutan, sehingga dapat menurunkan komorbiditas serta komplikasi pada ibu dan anak. Dengan peningkatan keterampilan yang disertai perbaikan sistem pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum, khususnya ibu dan anak. Ketrampilan berkualitas tersebut dapat dilatih sejak mahasiswa menempuh jenjang pendidikan. Pendidikan kebidanan berfokus pada persiapan mahasiswa untuk menjadi bidan yang terampil dan profesional sesuai kebutuhan pengguna lulusan dalam peningkatan mutu pelayanan kebidanan (Haryati, 2008).